Sunday, November 8, 2015

Fermentasi Unit Proses Industri Ubi Kayu

Fermentasi adalah suatu proses perubahan-perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang dapat berlangsung karena aksi katalisator-katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba-mikroba hidup tertentu. Sebagai suatu metabolisme, fermentasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1.  Oksidasi berlangsung tidak sempurna
  2. Transformasi sejumlah besar substansi oleh sejumlah kecil  jasad hidup
  3. Energi yang dihasilkan relatif rendah, kira-kira 1/25 dari jumlah energi yang dihasilkan di dalam proses pernapasan (respirasi).

Mikroba-mikroba dalam fermentasi meliputi ragi, kapang, dan bakteri. Karena organisme-organisme tersebut tidak memiliki klorofil sendiri, mereka tidak dapat melakukan fotosintesis, sehingga harus mendapatkan makanannya dari bahan-bahan organik. Mikroba semacam itu termasuk Thallophyta. Meskipun mereka memiliki ciri morfologi, bentuk dan ukuran, serta cara perkembangbiakan yang berbeda, namun mereka memiliki persamaan, yaitu dapat menghasilkan enzim.

Ragi dan bakteri sel tunggal. Ragi berbentuk oval tak beraturan dengan diameter 0,005mm. Umumna berkembang biak dengan cara membentuk tunas. Bakteri berukuran lebih kecil, biasanya berbentuk bulat panjang, dan berkembang biak dengan cara pembelahan. Kapang merupakan benang-benang bersel banyak, dan bertambah panjang karena perkembangbiakan vegetatif benang-benang tersebut.

Aktivitas dan stabilitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH. Senyawa-senyawa tertentu, misalnya eter dan feniluretan, dapat memperkecil atau meniadakan aktivitas enzim tanpa menurunkan stabilitasnya. Sejumlah besar enzim memerlukan bantuan aktivator atau kofaktor, yang dapat berupa ion-ion logam sederhana, misalnya magnesium, seng, mangan, atau besi; ataupun merupakan senyawa-senyawa yang lebih kompleks dan khusus, yang dapat menstransfer proton dan elektron dari substrat. Senyawa-senyawa kompleks tersebut meliputi:
  •  Nicotenamide adenine dinucleotide (NAD), dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADP).
  • Flavin mononucleotide (FMN) dan flavin adenine dinucleotide (FAD).

Energi yang dihasilkan dari pengambilan proton atau elektron dari substrat sebagian diwujudkan dalam bentuk panas, tetapi sebagian lain digunakan untuk pembentukan ikatan-ikatan organik yang kaya akan energi. Ikatan-ikatan tersebut biasanya mengandung fosfat atau belerang.

Reaksi pembentukan ikatan-ikatan tersebut dapat berbalik, dan jika energi diperlukan untuk menggerakkan suatu reaksi, maka senyawa-senyawa organik tersebut dapat menyediakan dengan jalan melepas energi bebasnya dalam proses hidrolisis. Di antara senyawa-senyawa organik tersebut yang paling penting adalah adenosine triphosphate (ATP), yang di dalam reaksi menghasilkan adenosine diphosphate (ADP).

Suatu senyawa organik lainnya yang dapat membebaskan sejumlah energi seperti halnya ATP, adalah derivat nukleotida yang dinamakan co-enzym A (CoA); daripadanya diperoleh asetil-S-CoA.

Pada awalnya yang dimaksudkan dengan fermentasi adalah p[roses konversi gula menjadi etil alkohol oleh mikroba tertentu. Menurut Gay Lussac, reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut:
C12H24O12  çè 4CO2 + 4C2H5OH
Baru kemudian dimodernisasi menjadi:
C6H12O6 çè 2CO2 + 2C2H5OH
Reaksi-reaksi fermentasi modern dapat menghasilkan bahan-bahan tertentu dari bahan-bahan yang mengandung glukosa (dekstrosa), seperti tampak pada tabel di bawah.

Enzim, terutama yang berhubungan dengan fermentasi karbohidrat, biasanya bersifat intraselular. Inti senyawa adalah protein yang berikatan atau mengandung substansi-substansi sederhana, misalnya logam-logam, logam organo-metalik, atau ikatan-ikatan organik lainnya. Enzim bekerja secara spesifik, artinya setiap jenis enzim hanya menjadi katalisator untuk satu reaksi atau tipe reaksi. Berdasarkan pengaruh atau efeknya, enzim dalam industri diklasifikasikan menjadi dua golongan utama, yaitu hidrolase dan desmolase.
Reaksi-reaksi fermentasi modern:
Organisme
Produk utama
Reaksi (disederhanakan)
Fermentasi anoksidatif
Ragi
etil alkohol
C6H12O6 è 2C2H5OH + 2CO2
gliserol
C6H12O6 è C3H8O3 + C2H4O + CO2


Bakteri
butanol-aseton
2C6H12O6 è C4H10O + C3H6O + 5CO2 + 4H2
asam butirat
C6H12O6 è C4H8O2 + 2CO2 + 2H2
asam laktat
C6H12O6 è 2C3H6O3
2,3-butanediol & etil alkohol
2C6H12O6 è C4H10O2 + 2C2H5OH + 4CO2 + 2H2
asam propionat
3 C6H12O6 è 4C3H6O2 + 2C2H4O2 + 2CO2 + 2H2O
Kapang
asam itakonat
C6H12O6 è C5H6O4 + CO2 +3H2
Fermentasi oksidatif
Ragi
Ragi roti, ragi pakan dlsb

Bakteri
asam cuka
C6H12O6 + 2O2 è 2CH3COOH + 2CO2 + 2H2O

asam sitrat
2C6H12O6 + 3O2 è 2C6H8O7 + 4H2O

asam fumarat
C6H12O6 + 3O2 è C4H4O4 + 2CO2 + 4H2O


Enzim glukosa isomerase untuk proses kontinu

Perusahaan Jepang, Nagase & Co. Ltd. Bekerja sama dengan Denki Kagaku Kogyo K.K. memproduksi enzim tipe ini dengan nama perdagangan Sweetase, sedangkan NOVO-Denmark memperdagangkannya dengan nama Sweetzyme type Q.

Produktivitas enzim ini, didefinisikan sebagai kg fruktose syrup yang berhasil diisomerisasikan per kg enzim selama usia aktif dari enzim tersebut. Produktivitas dengan demikian merupakan pengaruh gabungan antara aktivitas dan stabilitas enzim. Stabilitas enzim adalah kemampuan dari enzim tersebut untuk menjaga agar aktivitasnya selalu tinggi. Produktivitas enzim glukosa isomerase biasanya sekitar 2.000-3.000 kg per kg enzim.
Produktivitas enzim juga dipengaruhi oleh berbagai faktor atau parameter, yaitu:

Suhu operasi

Suhu mempegaruhi aktivitas, stabilitas, dan pembentukan zat warna. Makin tinggi suhu operasi, makin besar aktivitas enzim, tapi menurunkan stabilitasnya, serta pembentukan zat warna makin banyak pula. Sebaliknya suhu yang makin rendah dapat menaikkan stabilitas dan megurangi kemungkinan pembentukan zat warna, namun produktivitas dan aktivitas enzim menurun. Suhu operasi yang dianjurkan adalah 600C, yaitu 610C pada pemasukan dan sekitar 590C pada keluaran.

pH

pH dari sirup yang akan diolah juga mempengaruhi aktivitas, stabilitas enzim, serta pembentukan zat warna. Aktivitas maksimum dicapai pada pH sekitar 7,8-8,3 dan aktivitas tersebut menurun dengan cepat pada pH di bawah 7,0. Enzim menjadi tidak aktif pada pH di bawah 5,0 dan di atas 9,0. Stabilitas enzim tertinggi dicapai pada pH sekitar 7,0-8,0. Stabilitas tersebut turun dengan cepat pada pH di atas 8,5 dan di bawah 6,5. Meskipun pada pH tinggi pembentukan warna makin banyak, namun karena waktu tinggal yang relatif pendek, serta dapat dihilangkan dengan pemberian karbon aktif, maka pH pemasukan sebaiknya di atur sekitar 8,2, agar pH keluaran sekitar 7,0-8,0 (pH di sini diukur pada 250C).

Waktu kontak

Agar pembentukan hasil samping, di antaranya berupa zat warna dapat ditekan seminimal mungkin, waktu kontak diatur secepat mungkin, biasanya sekitar 1-2 jam.

Aktivator

Ion magnesium adalah aktivator yang baik untuk enzim glukosa isomerase. Jumlah ion magnesium yang dibubuhkan bergantung pada kemurnian sirup glukosa (dekstrosa), biasanya sekitar 1x10-3 sampai 5x10-3 mol/l.

Inhibitor

Kemurnian larutan dekstrosa dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Terutama kalsium, oksigen terlarut dan senyawa-senyawa nitrogen harus segera dihilangkan dari larutan dekstrosa dengan cara perlakuan karbon aktif, penukar ion, dan penguapan di bawah vakum.

Konsentrasi larutan

Agar produktivitas enzim dapat dicapai setinggi-tingginya, diharapkan konsentrasi sirup dekstrosa pada pemasukan juga setinggi-tingginya. Untuk larutan Dekstrosa dari hasil hidrolisis pati, konsentrasi dekstrosa di dalam larutan (disebut DX) normalnya berkisar antara 93-96%.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, sejenak sebelum sirup dekstrosa dimasukkan ke dalam kolom isomerisasi, sirup tersebut harus diatur agar dapat memenuhi syarat-syarat berikut:
pH
8,2 (diukur pada 250C)
suhu
610C
kandungan bahan kering
40% berat
DX
93-96% bahan kering
MgSO47H2O
0,1g/l atau lebih
Kalsium
1 ppm atau kurang

Wednesday, November 4, 2015

Glukosa isomerase untuk proses terputus

Enzim ini oleh NOVO dijual dengan merk dagang Sweetzyme type A, yang diproduksi dari jenis basilus. Sebagai aktivator dari enzim ini digunakan ion Mg++, dan sampai batas tertentu dapat digunakan juga ion kobalt. Inhibitor enzim ini adalah Ca++. Karena Ca++ dan Mg++ merupakan ion-ion kompetitor, maka kelebihan Ca++ di dalam hidrolisat dapat diatasi dengan cara membubuhkan Mg++ lebih banyak. Perbandingan molar antara Ca dan Mg di dalam larutan harus dijaga sekitar 1:10 atau lebih. Sebagai sumber Mg++ biasanya digunakan MgSO4.7H2O. Stabilisator untuk enzim ini digunakanm Co++ atau SO3=.

Inhibitor bagi enzim ini adalah semua atau sebagian besar unsur bervalensi dua, kecuali magnesium dan kobalt. Bahan-bahan tak larut atau mengendap selama proses isomerisasi juga berpengaruh menahan bagi aktivitas enzim. Oksigen berpengaruh negatif pada stabilitas enzim. Sebab itu penguapan larutan dekstrosa dilakukan di tempat vakum.

Untuk mencegah pertumbuhan mikrobiologi, maka isomerisasi harus dilaksanakan pada konsentrasi tinggi, sebaiknya sekitar 40% berat bahan kering dan pada suhu tidak kurang dari 600C. Meskipun enzim ini cukup stabil pada berbagai kondisi pH dan suhu, namun dengan meningkatnya pH dan suhu, pembentukan warna pun meningkat pula.

Aktivitas maksimum dari enzim ini diperoleh pada pH diatas 7,5, sedangklan stabilitas maksimumnya pada pH7. Pada skala temperatur antara 60-650C, setiap derajat kenaikan suhu dapat meningkatkan aktivitas enzim sebesar 6-7%, sebaliknya stabilitas enzim menurun dengan cepat sehubungan dengan naiknya suhu.


Mengingat terjadinya sejumlah kecil hasil samping yang bersifat asam (kurang 10meq.per liter), maka selama proses isomerisasi pH harus selalu diawasi dan dijaga tetap dengan cara menambahkan sejumlah kecil basa, misalnya 2M NaCO3.

Saturday, October 31, 2015

Enzim glukosa isomerase unit proses

Kemungkinan pemanfaatan enzim untuk isomerisasi glukosa menjadi fruktosa telah lama diketahui orang. Marshall dan Kooi pada tahun 1957 telah melaporkan cara mengisolasi sejenis enzim isomerase tersebut. Meskipun dengan kecepatan yang amat lambat, suatu enzim yang dapat diperoleh dari Pseudomonas hydrophila yang dikenal sebagai xilose isomerase ternyata dapat pula mengisomerisasi glukosa menjadi fruktosa.

Tsumura dan Sato pada tahun 1960 berhasil mengisolasi suatu organisme tanah yang dapat menghasilkan enzim glukosa isomerase. Kemudian pada tahun 1966 Tsumura dan kawan-kawan mengumumkan hasil penelitiannya tentang cara pembuatan enzim isomerase dari Streptomyces phalochromogenes. Enzim tersebut juga dapat dihasilkan oleh beberapa spesies Streptomyces yang lain. Ciri-ciri morfologi, media pembiakan, kondisi-kondisi fermentasi, dan bekerjanya enzim tersebut diuraikan secara mendalam oleh Takasaki dan Tanabe.

Uraian yang menarik tentang pembuatan enzim glukosa isomerase dari Streptomyces albus dilakukan oleh Takasaki dan kawan-kawan pada tahun 1969. Organisme yang di dapat dari tanah tersebut dibiakkan di dalam medium yang mengandung 0,024% CoCl2.6H2O pada 300C dan pH netral.

Bagian dari laporan Takasaki tersebut menguraikan proses isomerisasi glukosa menjadi fruktosa untuk skala pabrik. Ke dalam 30 ton larutan yang mengandung 50% glukosa, 0,005M MgSO4 dan 0,001M CoCl2 ditambahkan beberapa meter kubik biakan Streptomyces.

Pembuatan glukosa isomerase kristal diuraikan secara mendalam oleh Yamanaka pada tahun 1962. Enzim tersebut dihasilkan dari Lactobacillus brevis, dan dapat mengisomerisasi d-xilosa, d-glukosa, dan d-ribosa.

Tidak kurang dari 32 macam organisme yang telah diteliti dapat menghasilkan glukosa isomerase, di antaranya Pseudomonas, Aerobacter, Escherichia, Bacillus, Brevibacterium, Paralactobacterium, Leuconostoc, dan Streptomyces.


Di dalam perdagangan dewasa ini dikenal dua jenis enzim glukosa isomerase, yaitu jenis proses terputus (batch), dan jenis proses kontinu.

Friday, October 30, 2015

Isomerisasi Proses Industri Ubi Kayu

Pada proses glikolisis di dalam tubuh tumbuhan terjadi reaksi-reaksi fosforilasi dengan bantuan ATP dan aldolase yang mengubah glukosa menjadi fruktosa. Reaksi yang berlangsung dapat dilihat seperti gambar di bawah ini:

Di alam, fruktosa terutama terdapat dalam gula yang kita kenal sehari-hari (sukrosa), rafinosa, dan berbagai senyawa polisakarida serupa pati. Karena kemanisan-nya yang sangat tinggi, bahan ini dapat digunakan untuk membuat formulasi pangan berkalori rendah, terutama untuk kepentingan diet (misalnya untuk penderita kencing manis), tanpa mengurangi rasa manis yang diinginkan. Fruktosa secara fisiologis sangat cepat bereaksi, sehingga dapat menjadi suatu aktivator gula dalam metabolisme. Melalui sistem enzim dalam tubuh manusia, fruktosa dengan cepat dapat dikonversi menjadi energi tanpa melibatkan insulin.

Beberapa macam mikroba dapat menghasilkan enzim glukosa isomerase yang dapat mengisomerisasikan dekstrosa menjadi fruktosa, menirukan proses glikolisis dalam tubuh tumbuh-tumbuhan. Isomerisasi dilaksanakan di dalam kolom-kolom isomerisasi pada pH, suhu, dan parameter-parameter lain yang optimum.

Bahan baku isomerisasi adalah hasil hidrolisis pati dengan kandungan dekstrosa tinggi, sedangkan hasil akhirnya adalah campuran antara fruktosa (42%), dekstrosa (55%), dan oligosakarida (maltosa dan isomaltosa). Untuk meningkatkan kandungan fruktosa pada sirup, dapat dilakukan separasi khromatografis dan recycling.
  1. Enzim glukosa isomerase
  2. Glukosa isomerase untuk proses terputus
  3. Enzim glukosa isomerase untuk proses kontinu.

Thursday, October 29, 2015

Hidrolisis Unit Proses Industri Ubi Kayu

Proses hidrolisis pati menjadi glucose syrup, maltosa dan maltose syrup, dekstrosa, dan dekstrin sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru. Sudah beribu-ribu tahun proses tersebut berlangsung terus menerus di dalam tubuh manusia, dan masih tetap berlangsung hingga saat ini.

Proses pencernaan makanan, khususnya pati, di dalam tubuh berlangsung sejalan dengan mekanisme hidrolis yang ditrapkan di dalam industri. Asam dan enzim hidrolase (amilase) yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan pankreas memotong rantai pati tersebut secara acak sehingga dihasilkan maltosa, maltotriosa, dan alfa limit dekstrin.

Oleh sejumlah oligosakaridase yang dihasilkan di dalam usus,di antaranya maltase dan alpha dekstrinase, produk-produk tadi di hidrolisis lebih lanjut menjadi dekstrosa yang kemudian masuk ke dalam peredaran darah untuk dijadikan sumber energi.

Proses hidrolisis pati dengan asam ditemukan pertama kalinya oleh Kirchoff pada tahun 1812, namun produksi secara komersial baru terlaksana pada tahun 1850. Pada proses ini, sejumlah pati yang terlebih dahulu diasamkan sampai sekitar pH2 dipanasi memakai uap di dalam suatu tangki bertekanan yang disebut konverter sampai suhu 120-1400C. Derajat konversi yang diperoleh bergantung pada konsentrai asam, waktu konversi, suhu, dan tekanan selama reaksi.

Pada proses terputus (batch), waktu reaksi ditentukan berdasarkan kualitas produk yang dikehendaki, tetapi suhu harus dijaga tetap selama reaksi berlangsung. Prinsip-prinsip yang sama diterapkan juga pada proses hidrolisis asam secara kontinu.

Karena hidrolisis asam sepenuhnya terlaksana secara acak, dan sebagian gula yang dihasilkannya berupa gula pereduksi, maka pengukuran kandungan gula pereduksi tersebut dapat dijadikan alat pengontrol kualitas hasil. Pada hidrolisis sempurna, dimana pati seluruhnya dikonversikan menjadi dekstrosa, derajat konversi, dinyatakan dengan Dekstrosa Ekuivalen (DE), dari larutan tersebut diberi indeks 100. Pati yang sama sekali belum terhidrolisis memiliki DE=0.

Meskipun sesungguhnya harga DE hanya memberikan sedikit gambaran tentang kandungan gula pereduksi di dalam larutan, namun besaran ini dapat dipakai secara tidak langsung untuk mengukur jenis dan kuantitas gula-gula yang ada di dalam larutan (spektrum gula).
Konversi asam umumnya terbatas sampai DE55.
Hidrolisis Unit Proses Industri Ubi Kayu

Spektrum gula dari glucose syrup (konversi asam):
Jenis gula/karbohidrat di dalam larutan pada DE
25
35
42
55
Dekstrosa, %
4
14
21
32
Maltosa, %
7
16
15
19
Maltotriosa, %
11
11
10
13
Oligosakarida, %
78
59
54
36

Konversi di atas 55DE akan menghailkan banyak zat warna dan timbulnya rasa pahit. Di samping itu hidrolisis pati biasanya mengalami komplikasi reaksi balik. Sampai tingkat tertentu, maka sebagian gula yang terbentuk akan mengalami reaksi balik sehingga menimbulkan substansi baru yang tidak diinginkan.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan reaksi hidrolisis asam, para ahli mengembangkan reaksi hidrolisis memakai enzim ataupun gabungan dengan enzim.

Secara tidak disadari, sesungguhnya hidrolisis dengan enzim yang telah lama dilaksanakan orang, bahakan jauh sebelum ditemukannya cara hidrolisis asam, yaitu pada pembuatan bir dan minuman-minuman beralkohol lainnya, tapai, dan dalam pembuatan roti.

Namun secara ilmiah hal ini baru dapat diterapkan sejak Payen dan Perzos berhasil mengisolasi enzim α- dan β- amilase dari malt pada tahun 1833. Pemanfaatan enzim di dalam industri baru berkembang pada tahun 1894, yaitu pada saat seorang penemu bangsa Jepang memintakan paten atas proses pembuatan kompleks enzim dari Aspergillus oryzae. Belakangan enzim-enzim α-amilase dapat dihasilkan dari berbagai jenis bakteri dan ragi.

Di dalam perdagangan, produk-produk hidrolisis (glucose syrup dan maltose syrup) dinilai berdasarkan:
  • Dekstrosa ekuivalen. Berdasarkan DE-nya glucose syrup dibagi atas empat tipe, yaitu: tipe I (DE20-38), tipe II (DE38-58),  tipe III (DE58-73), dan tipe IV (DE73 keatas).
  • Berdasarkan kekentalannya. Kekentalan glucose syrup diukur dengan Baumee hydrometer (145 nodulus).

Be (15,50C /15,50C) = 145 / berat spesifik sesungguhnya (15,50C /15,50C)
Biasanya pengukuran dilakukan pada 600C. Untuk konversi ke commercial Be (harga kira-kira pada 37,80C), hasil pengukuran tersebut ditambah 1.
Commercial Be = pengukuran Be (600C) + 1.
Be syrup yang umum di dalam perdagangan biasanya antara 43-450C, kira-kira ekuivalen dengan 79-85% bahan kering.

c.      Berdasarkan spektrum gula (kandungan sakaridanya). Berdasarkan pembuatannya, kandungan sakarida di dalam glucose syrup dapat berbeda-beda. Misalnya glucose syrup hasil konversi asam pada DE42 mengandung sekitar 18% dekstrosa, sedangakan pada DE60 mengandung 36%.


Dengan semakin berkembangnya konversi memakai enzim sebagai katalisator, spektrum gula tidak lagi dijadikan patokan, sebab pada DE yang sama (misalnya pada DE42), kandungan monosakarida di dalam glucose syrup konversi ensimasi jauh lebih rendah (sekitar 5,5%) dibandingkan dengan yang dikandung di dalam glucose syrup konversi asam (sekitar 18,5-20%). Sebaliknya kandungan diskaridanya (maltosa) dapat jauh lebih tinggi (sekitar 46% dibandingkan dengan 14% pada konversi asam).

Wednesday, October 28, 2015

Unit Proses Industri Ubi Kayu

Unit proses yang akan dibahas mencakup hidrolisis, isomerisasi, fermentasi, dan juga disinggung proses hidrogenasi, alkilasi, dan polimerisasi.

Unit proses
Unit proses
Alat
Hasil akhir
Hidrolisis
Jet cooker, Converter, bolding-tank, saccharification-tank
glucose syrup, maltose syrup, dekstrin, dekstrosa, maltosa, total sugar.
Fermentasi
fermenter
etil alkohol, gliserol, butanol/aseton, asam butirat, asam laktat, 2, 3-butanediol, asam propionat, asam itakonat, ragi roti dan ragi pakan, asam cuka, asam sitrat, asam fumarat.
Isomeriasi
Kolom isomeriasi
isosyrup (HFS), fruktosa
Hidrogenasi
Tangki hidrogenasi
sorbitol
Alkilasi
Peti alkilasi
pati modifikasi
Polimerisasi
Peti polimerisasi
cross bonding starch

Unit Proses Industri Ubi Kayu

1. Hidrolisis