Proses hidrolisis pati menjadi glucose syrup, maltosa dan
maltose syrup, dekstrosa, dan dekstrin sesungguhnya bukan sesuatu hal yang
baru. Sudah beribu-ribu tahun proses tersebut berlangsung terus menerus di
dalam tubuh manusia, dan masih tetap berlangsung hingga saat ini.
Proses pencernaan makanan, khususnya pati, di dalam tubuh
berlangsung sejalan dengan mekanisme hidrolis yang ditrapkan di dalam industri.
Asam dan enzim hidrolase (amilase) yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan
pankreas memotong rantai pati tersebut secara acak sehingga dihasilkan maltosa,
maltotriosa, dan alfa limit dekstrin.
Oleh sejumlah oligosakaridase yang dihasilkan di dalam
usus,di antaranya maltase dan alpha dekstrinase, produk-produk tadi
di hidrolisis lebih lanjut menjadi dekstrosa yang kemudian masuk ke dalam
peredaran darah untuk dijadikan sumber energi.
Proses hidrolisis pati dengan asam ditemukan pertama kalinya
oleh Kirchoff pada tahun 1812, namun produksi secara komersial baru terlaksana
pada tahun 1850. Pada proses ini, sejumlah pati yang terlebih dahulu diasamkan
sampai sekitar pH2 dipanasi memakai uap di dalam suatu tangki bertekanan yang
disebut konverter sampai suhu 120-1400C. Derajat konversi yang
diperoleh bergantung pada konsentrai asam, waktu konversi, suhu, dan tekanan
selama reaksi.
Pada proses terputus (batch), waktu reaksi ditentukan berdasarkan
kualitas produk yang dikehendaki, tetapi suhu harus dijaga tetap selama reaksi
berlangsung. Prinsip-prinsip yang sama diterapkan juga pada proses hidrolisis asam
secara kontinu.
Karena hidrolisis asam sepenuhnya terlaksana secara acak,
dan sebagian gula yang dihasilkannya berupa gula pereduksi, maka pengukuran
kandungan gula pereduksi tersebut dapat dijadikan alat pengontrol kualitas
hasil. Pada hidrolisis sempurna, dimana pati seluruhnya dikonversikan menjadi
dekstrosa, derajat konversi, dinyatakan dengan Dekstrosa Ekuivalen (DE), dari
larutan tersebut diberi indeks 100. Pati yang sama sekali belum terhidrolisis
memiliki DE=0.
Meskipun sesungguhnya harga DE hanya memberikan sedikit
gambaran tentang kandungan gula pereduksi di dalam larutan, namun besaran ini
dapat dipakai secara tidak langsung untuk mengukur jenis dan kuantitas
gula-gula yang ada di dalam larutan (spektrum gula).
Konversi asam umumnya terbatas sampai DE55.
Spektrum gula dari glucose syrup (konversi asam):
Jenis gula/karbohidrat di dalam larutan pada DE
|
25
|
35
|
42
|
55
|
Dekstrosa, %
|
4
|
14
|
21
|
32
|
Maltosa, %
|
7
|
16
|
15
|
19
|
Maltotriosa, %
|
11
|
11
|
10
|
13
|
Oligosakarida, %
|
78
|
59
|
54
|
36
|
Konversi di atas 55DE akan menghailkan banyak zat warna dan
timbulnya rasa pahit. Di samping itu hidrolisis pati biasanya mengalami
komplikasi reaksi balik. Sampai tingkat tertentu, maka sebagian gula yang
terbentuk akan mengalami reaksi balik sehingga menimbulkan substansi baru yang
tidak diinginkan.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan reaksi hidrolisis asam,
para ahli mengembangkan reaksi hidrolisis memakai enzim ataupun gabungan dengan
enzim.
Secara tidak disadari, sesungguhnya hidrolisis dengan enzim
yang telah lama dilaksanakan orang, bahakan jauh sebelum ditemukannya cara
hidrolisis asam, yaitu pada pembuatan bir dan minuman-minuman beralkohol
lainnya, tapai, dan dalam pembuatan roti.
Namun secara ilmiah hal ini baru dapat diterapkan sejak
Payen dan Perzos berhasil mengisolasi enzim α- dan β- amilase dari malt pada tahun
1833. Pemanfaatan enzim di dalam industri baru berkembang pada tahun 1894,
yaitu pada saat seorang penemu bangsa Jepang memintakan paten atas proses
pembuatan kompleks enzim dari Aspergillus oryzae. Belakangan enzim-enzim α-amilase
dapat dihasilkan dari berbagai jenis bakteri dan ragi.
Di dalam perdagangan, produk-produk hidrolisis (glucose
syrup dan maltose syrup) dinilai berdasarkan:
- Dekstrosa ekuivalen. Berdasarkan DE-nya glucose syrup dibagi atas empat tipe, yaitu: tipe I (DE20-38), tipe II (DE38-58), tipe III (DE58-73), dan tipe IV (DE73 keatas).
- Berdasarkan kekentalannya. Kekentalan glucose syrup diukur dengan Baumee hydrometer (145 nodulus).
Be (15,50C /15,50C) = 145 / berat spesifik sesungguhnya (15,50C /15,50C)
Biasanya pengukuran dilakukan pada 600C.
Untuk konversi ke commercial Be (harga kira-kira pada 37,80C), hasil
pengukuran tersebut ditambah 1.
Commercial Be = pengukuran Be (600C) + 1.
Be syrup yang umum di dalam perdagangan
biasanya antara 43-450C, kira-kira ekuivalen dengan 79-85% bahan
kering.
c.
Berdasarkan spektrum gula (kandungan
sakaridanya). Berdasarkan pembuatannya, kandungan sakarida di dalam glucose
syrup dapat berbeda-beda. Misalnya glucose syrup hasil konversi asam pada DE42
mengandung sekitar 18% dekstrosa, sedangakan pada DE60 mengandung 36%.
Dengan semakin berkembangnya konversi memakai enzim sebagai
katalisator, spektrum gula tidak lagi dijadikan patokan, sebab pada DE yang
sama (misalnya pada DE42), kandungan monosakarida di dalam glucose syrup
konversi ensimasi jauh lebih rendah (sekitar 5,5%) dibandingkan dengan yang
dikandung di dalam glucose syrup konversi asam (sekitar 18,5-20%). Sebaliknya
kandungan diskaridanya (maltosa) dapat jauh lebih tinggi (sekitar 46%
dibandingkan dengan 14% pada konversi asam).
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar jika perlu menanyakan seputar Industri Ubi Kayu dan proses pengolahannya