Monday, October 12, 2015

Ubi Kayu sebagai bahan pakan

Telah banyak dilakukan penelitian penggunaan ubi kayu sebagai bahan penyusun pakan, baik dalam bentuk umbi segar, gaplek, dan chips, atau yang diperkaya dengan bahan lain. Meskipun literatur modern menyebutkan bahwa penelitian pemanfaatan ubi kayu sebagai pakan baru dikerjakan pada tahun 1957 oleh Oyenuga dan Opeke, namun sesungguhnya penelitian-penelitian pemanfaatan ubi kayu sebagai pakan telah dilakukan orang di Malaysia sejak tahun 1930-an.

Pembeli ubi kayu untuk kepentingan pakan yang terbesar dewasa ini adalah pabrik-pabrik pakan di negara-negara Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang mengimpor sebagian besar kebutuhannya dari Thailand. Indonesia, pada tahun 1975 dan 1976 mengekspor gaplek dan chips dari Lampung sebanyak 180 dan 140 ribu ton.

Potensi negara-negara MEE bagi ubi kayu sebagai bahan baku penyusun pakan telah diketahui sejak tahun 1960-an, pada saat perusahaan-perusahaan Jerman menawarkan mesin-mesin pengolah ubi kayu ke negara-negara produsennya, dan sekaligus menyiapkan pasar dan angkutan yang teratur ke Eropa. Pada tahun 1962 kebutuhan ubi kayu di Eropa hanya 413.704 ton; jumlah tersebut meningkat menjadi 1,5 juta ton pada tahun 1971 dan pada tahun 1973 diperkirakan sebanyak 1,9 juta ton.

Pesatnya pertumbuhan permintaan terhadap ubi kayu sebagai bahan penyusun pakan di Eropa berkaitan erat dengan Kebijaksanaan Pertanian Bersama (Common Agricultural Policy) di negara-negara MEE sehubungan dengan harga-harga energi, protein, dan serelia di pasaran internasional. Sejak dasawarsa 1970-an, pertumbuhan tahunan konsumsi ubi kayu di Eropa mencapai 13%; melebihi kecepatan pertumbuhan konsumsi pakan yang 10%.
Ubi Kayu sebagai bahan pakan

Kandungan energi dan harga ubi kayu yang lebih murah daripada serelia merupakan daya tarik ekonomi bagi para penyusun pakan. Dengan penambahan protein dari sumber lain, misalnya dari bungkil kedelai, mereka dapat memproduksi bahan pakan yang kualitasnya cukup baik dan dengan harga yang jauh lebih murah.

Dua faktor tambahan, kualitas fisik dan persediaan juga mempengaruhi permintaan akan bahan pakan tertentu. Kualitas fisik suatu bahan penyusun pakan makin besar peranannya mengingat pabrik-pabrik pakan modern dewasa ini tidak sefleksibel pabrik-pabrik pakan sebelumnya. Misalnya chips atau gaplek yang panjangnya melebihi 15 cm tidak mudah diproses secara pneumatik. Penyediaan ubi kayu dapat merupakan masalah lain, karena penyalurannya dapat tidak teratur atau penyalurannya pendek yang tidak elastis.

Permintaan ubi kayu akan selalu meningkat jika penyediaan dan penyalurannnya cukup, menurut kualitasnya yang sesuai dengan permintaan, dan harganya tepat. Standar kualitas ubi kayu yang penting adalah: kelembaban, lebih kecil dari 13-14 %; kandungan pati, lebih besar dari 70-75%; kandungan serat, kurang dari 5%; dan bahan asing, kurang dari 3%.

Meskipun dewasa ini dikenal tiga jenis produk ubi kayu untuk bahan baku pakan, yaitu gaplek, chips, dan pallet, namun diperkirakan sebagian besar perdagangan ubi kayu di kemudian hari akan berupa pellet karena mudah perawatannya serta murah biaya angkutannya.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar jika perlu menanyakan seputar Industri Ubi Kayu dan proses pengolahannya