Monday, October 19, 2015

Masalah Sekitar Gula

Telah banyak dilakukan penelitian tentang industri gula di dunia, baik oleh lembaga-lembaga internasional, regional, maupun organisasi perdagangan dan perbankan. Berbagai kesimpulan telah diperoleh berdasarkan banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran, yang artinya berpengaruh pula pada harga pasar.

Pada umumnya didapat kesimpulan akhir yang sama, bahwa dalam jangka panjang akan terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran komoditi ini. Sudah sejak lama diketahui bahwa mulai awal tahun 1980 akan terjadi kekurangan gula yang kritis, dengan akibat meningkatnya harga.

Proyeksi gula dunia (metrik ton).
Tahun
Carry Over % Konsumsi
Produksi
Konsumsi
Keadaan Persediaan
1969
29,5
67.800.00
68.100.000

1970
25,5
72.900.000
72.100.000
800.000
1971
22,5
74.000.000
74.400.000
(400.000)
1972
20,5
75.700.000
76.000.000
(300.000)
1973
19,5
78.000.000
78.800.000
(800.000)
1974
20
78.900.000
79.000.000
(100.000)
1975
26
81.600.000
77.300.000
4.300.000
1976
29
82.700.000
80.000.000
2.700.000
1977
31
87.000.000
84.000.000
3.000.000
1978
33,5
89.500.000
86.500.000
3.000.000
1979
36
91.000.000
89.000.000
2.000.000
1980
35,5
92.000.000
91.500.000
500.000
1981
33,5
93.000.000
94.000.000
(1.000.000)
1982
29
94.000.000
97.000.000
(3.000.000)
1983
23,5
95.000.000
100.000.000
(5.000.000)
1984
21,5
97.000.000
99.000.000
(2.000.000)
1985
24
100.000.000
98.000.000
2.000.000
1986

104.000.000
100.000.000
4.000.000

Proyeksi gula Indonesia ( dalam ton)
Tahun
Produksi
Konsumsi
Impor
1975
1.000.000
1.387.000
65.762
1976
1.380.000
1.285.000
175.000
1977
1.104.852
1.452.600
344.653
1978
1.125.783
1.557.400
470.282
1979
1.200.000
1.650.000
457.550
1980
1.215.000
1.700.000
500.000
1981
1.300.000
1.900.000
600.000

Masalah Sekitar Gula

Di dalam mencukupi kebutuhan gula di Indonesia, pemerintah telah melakukan usaha-usaha:
  1.  Memperluas dan mengintensifikasikan areal tanaman tebu, baik yang diusahakan oleh perusahaan negara perkebunan ataupun oleh rakyat;
  2. Merehabilitasi serta memperbesar kapasitas giling pabrik-pabrik gula yang ada;
  3. Mendirikan pabrik-pabrik gula baru di Jawa dan luar Jawa;
  4. Mendirikan pabrik-pabrik gula mini di daerah-daerah di luar Jawa.

Walaupun demikian karena terbatasnya areal yang sesuai dengan tanaman tebu serta besarnya modal yang ditanam untuk mendirikan maupun merehabilitasi pabrik-pabrik gula, maka diperkirakan sampai beberapa dasa warsa mendatang Indonesia masih akan tetap menghadapi kekurangan gula yang sangat besar. Seperti terlihat di data di atas, impor gula tahun 1980 mencapai 500.000 ton, dengan besar subsidi mencapai Rp70/Kg. Oleh karena itu, pemerintah juga sangat berkepentingan untuk mendirikan pabrik-pabrik gula nontebu lainnya, baik dari bahan baku pati ataupun dari bahan baku nira sedapan pohon lontar, enau, dan lainnya.

Dalam batas-batas tertentu, tingkat harga gula umumnya dipengaruhi oleh perjanjian-perjanjian perdagangan, kebijaksanaan pemerintah, iklim, dan sejumlah faktor ekonomi yang memegang peranan besar. Harga gula yang tinggi pada tahun 1974/1975 di negara-negara maju mengakibatkan meningkatnya penggunaan bahan-bahan pemanis lainnya yang bukan gukrosa, terutama high fructose syrup (HFS). Bahan ini diperkenalkan pertama kali dalam industri minuman, pengalengan, permen, dan roti sejak pertengahan 1973, dan berkembang dengan pesat karena tingginya harga gula pada tahun 1974 tersebut.


Perkembangan ini diharapkan dapat berlangsung terus karena kenaikkan konsumsi gula yang cukup tinggi di negara-negara berkembang, sehubungan dengan meningkatnya kemakmuran mereka, disamping semakin sempitnya areal yang cocok untuk tanaman tebu dan bit gula. Seperti diketahui, kedua jenis tanaman ini memerlukan kondisi iklim dan syarat-syarat kesuburan tanah tertentu agar dapat tumbh dengan baik. Bahan pemanis sintetis seperti sakarin (biang gula) dan natrium siklamat (bibit gula), tidak dapat mengganti gula secara keseluruhan, karena kualitas kemanisannya yang cenderung menghasilkan rasa yang kurang enak (off-flavours) pada pemakaian dengan konsentrasi tinggi, serta tekanan osmosenya yang rendah sehingga dapat membatasi kemungkinan penggunaannya dalam industri. Pada tahun-tahun terakhir ini pemakaian kedua jenis bahan pemanis ini dibatasi oleh peraturan kesehatan di banyak negara, termasuk di Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar jika perlu menanyakan seputar Industri Ubi Kayu dan proses pengolahannya