Saturday, October 31, 2015

Enzim glukosa isomerase unit proses

Kemungkinan pemanfaatan enzim untuk isomerisasi glukosa menjadi fruktosa telah lama diketahui orang. Marshall dan Kooi pada tahun 1957 telah melaporkan cara mengisolasi sejenis enzim isomerase tersebut. Meskipun dengan kecepatan yang amat lambat, suatu enzim yang dapat diperoleh dari Pseudomonas hydrophila yang dikenal sebagai xilose isomerase ternyata dapat pula mengisomerisasi glukosa menjadi fruktosa.

Tsumura dan Sato pada tahun 1960 berhasil mengisolasi suatu organisme tanah yang dapat menghasilkan enzim glukosa isomerase. Kemudian pada tahun 1966 Tsumura dan kawan-kawan mengumumkan hasil penelitiannya tentang cara pembuatan enzim isomerase dari Streptomyces phalochromogenes. Enzim tersebut juga dapat dihasilkan oleh beberapa spesies Streptomyces yang lain. Ciri-ciri morfologi, media pembiakan, kondisi-kondisi fermentasi, dan bekerjanya enzim tersebut diuraikan secara mendalam oleh Takasaki dan Tanabe.

Uraian yang menarik tentang pembuatan enzim glukosa isomerase dari Streptomyces albus dilakukan oleh Takasaki dan kawan-kawan pada tahun 1969. Organisme yang di dapat dari tanah tersebut dibiakkan di dalam medium yang mengandung 0,024% CoCl2.6H2O pada 300C dan pH netral.

Bagian dari laporan Takasaki tersebut menguraikan proses isomerisasi glukosa menjadi fruktosa untuk skala pabrik. Ke dalam 30 ton larutan yang mengandung 50% glukosa, 0,005M MgSO4 dan 0,001M CoCl2 ditambahkan beberapa meter kubik biakan Streptomyces.

Pembuatan glukosa isomerase kristal diuraikan secara mendalam oleh Yamanaka pada tahun 1962. Enzim tersebut dihasilkan dari Lactobacillus brevis, dan dapat mengisomerisasi d-xilosa, d-glukosa, dan d-ribosa.

Tidak kurang dari 32 macam organisme yang telah diteliti dapat menghasilkan glukosa isomerase, di antaranya Pseudomonas, Aerobacter, Escherichia, Bacillus, Brevibacterium, Paralactobacterium, Leuconostoc, dan Streptomyces.


Di dalam perdagangan dewasa ini dikenal dua jenis enzim glukosa isomerase, yaitu jenis proses terputus (batch), dan jenis proses kontinu.

Friday, October 30, 2015

Isomerisasi Proses Industri Ubi Kayu

Pada proses glikolisis di dalam tubuh tumbuhan terjadi reaksi-reaksi fosforilasi dengan bantuan ATP dan aldolase yang mengubah glukosa menjadi fruktosa. Reaksi yang berlangsung dapat dilihat seperti gambar di bawah ini:

Di alam, fruktosa terutama terdapat dalam gula yang kita kenal sehari-hari (sukrosa), rafinosa, dan berbagai senyawa polisakarida serupa pati. Karena kemanisan-nya yang sangat tinggi, bahan ini dapat digunakan untuk membuat formulasi pangan berkalori rendah, terutama untuk kepentingan diet (misalnya untuk penderita kencing manis), tanpa mengurangi rasa manis yang diinginkan. Fruktosa secara fisiologis sangat cepat bereaksi, sehingga dapat menjadi suatu aktivator gula dalam metabolisme. Melalui sistem enzim dalam tubuh manusia, fruktosa dengan cepat dapat dikonversi menjadi energi tanpa melibatkan insulin.

Beberapa macam mikroba dapat menghasilkan enzim glukosa isomerase yang dapat mengisomerisasikan dekstrosa menjadi fruktosa, menirukan proses glikolisis dalam tubuh tumbuh-tumbuhan. Isomerisasi dilaksanakan di dalam kolom-kolom isomerisasi pada pH, suhu, dan parameter-parameter lain yang optimum.

Bahan baku isomerisasi adalah hasil hidrolisis pati dengan kandungan dekstrosa tinggi, sedangkan hasil akhirnya adalah campuran antara fruktosa (42%), dekstrosa (55%), dan oligosakarida (maltosa dan isomaltosa). Untuk meningkatkan kandungan fruktosa pada sirup, dapat dilakukan separasi khromatografis dan recycling.
  1. Enzim glukosa isomerase
  2. Glukosa isomerase untuk proses terputus
  3. Enzim glukosa isomerase untuk proses kontinu.

Thursday, October 29, 2015

Hidrolisis Unit Proses Industri Ubi Kayu

Proses hidrolisis pati menjadi glucose syrup, maltosa dan maltose syrup, dekstrosa, dan dekstrin sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru. Sudah beribu-ribu tahun proses tersebut berlangsung terus menerus di dalam tubuh manusia, dan masih tetap berlangsung hingga saat ini.

Proses pencernaan makanan, khususnya pati, di dalam tubuh berlangsung sejalan dengan mekanisme hidrolis yang ditrapkan di dalam industri. Asam dan enzim hidrolase (amilase) yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan pankreas memotong rantai pati tersebut secara acak sehingga dihasilkan maltosa, maltotriosa, dan alfa limit dekstrin.

Oleh sejumlah oligosakaridase yang dihasilkan di dalam usus,di antaranya maltase dan alpha dekstrinase, produk-produk tadi di hidrolisis lebih lanjut menjadi dekstrosa yang kemudian masuk ke dalam peredaran darah untuk dijadikan sumber energi.

Proses hidrolisis pati dengan asam ditemukan pertama kalinya oleh Kirchoff pada tahun 1812, namun produksi secara komersial baru terlaksana pada tahun 1850. Pada proses ini, sejumlah pati yang terlebih dahulu diasamkan sampai sekitar pH2 dipanasi memakai uap di dalam suatu tangki bertekanan yang disebut konverter sampai suhu 120-1400C. Derajat konversi yang diperoleh bergantung pada konsentrai asam, waktu konversi, suhu, dan tekanan selama reaksi.

Pada proses terputus (batch), waktu reaksi ditentukan berdasarkan kualitas produk yang dikehendaki, tetapi suhu harus dijaga tetap selama reaksi berlangsung. Prinsip-prinsip yang sama diterapkan juga pada proses hidrolisis asam secara kontinu.

Karena hidrolisis asam sepenuhnya terlaksana secara acak, dan sebagian gula yang dihasilkannya berupa gula pereduksi, maka pengukuran kandungan gula pereduksi tersebut dapat dijadikan alat pengontrol kualitas hasil. Pada hidrolisis sempurna, dimana pati seluruhnya dikonversikan menjadi dekstrosa, derajat konversi, dinyatakan dengan Dekstrosa Ekuivalen (DE), dari larutan tersebut diberi indeks 100. Pati yang sama sekali belum terhidrolisis memiliki DE=0.

Meskipun sesungguhnya harga DE hanya memberikan sedikit gambaran tentang kandungan gula pereduksi di dalam larutan, namun besaran ini dapat dipakai secara tidak langsung untuk mengukur jenis dan kuantitas gula-gula yang ada di dalam larutan (spektrum gula).
Konversi asam umumnya terbatas sampai DE55.
Hidrolisis Unit Proses Industri Ubi Kayu

Spektrum gula dari glucose syrup (konversi asam):
Jenis gula/karbohidrat di dalam larutan pada DE
25
35
42
55
Dekstrosa, %
4
14
21
32
Maltosa, %
7
16
15
19
Maltotriosa, %
11
11
10
13
Oligosakarida, %
78
59
54
36

Konversi di atas 55DE akan menghailkan banyak zat warna dan timbulnya rasa pahit. Di samping itu hidrolisis pati biasanya mengalami komplikasi reaksi balik. Sampai tingkat tertentu, maka sebagian gula yang terbentuk akan mengalami reaksi balik sehingga menimbulkan substansi baru yang tidak diinginkan.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan reaksi hidrolisis asam, para ahli mengembangkan reaksi hidrolisis memakai enzim ataupun gabungan dengan enzim.

Secara tidak disadari, sesungguhnya hidrolisis dengan enzim yang telah lama dilaksanakan orang, bahakan jauh sebelum ditemukannya cara hidrolisis asam, yaitu pada pembuatan bir dan minuman-minuman beralkohol lainnya, tapai, dan dalam pembuatan roti.

Namun secara ilmiah hal ini baru dapat diterapkan sejak Payen dan Perzos berhasil mengisolasi enzim α- dan β- amilase dari malt pada tahun 1833. Pemanfaatan enzim di dalam industri baru berkembang pada tahun 1894, yaitu pada saat seorang penemu bangsa Jepang memintakan paten atas proses pembuatan kompleks enzim dari Aspergillus oryzae. Belakangan enzim-enzim α-amilase dapat dihasilkan dari berbagai jenis bakteri dan ragi.

Di dalam perdagangan, produk-produk hidrolisis (glucose syrup dan maltose syrup) dinilai berdasarkan:
  • Dekstrosa ekuivalen. Berdasarkan DE-nya glucose syrup dibagi atas empat tipe, yaitu: tipe I (DE20-38), tipe II (DE38-58),  tipe III (DE58-73), dan tipe IV (DE73 keatas).
  • Berdasarkan kekentalannya. Kekentalan glucose syrup diukur dengan Baumee hydrometer (145 nodulus).

Be (15,50C /15,50C) = 145 / berat spesifik sesungguhnya (15,50C /15,50C)
Biasanya pengukuran dilakukan pada 600C. Untuk konversi ke commercial Be (harga kira-kira pada 37,80C), hasil pengukuran tersebut ditambah 1.
Commercial Be = pengukuran Be (600C) + 1.
Be syrup yang umum di dalam perdagangan biasanya antara 43-450C, kira-kira ekuivalen dengan 79-85% bahan kering.

c.      Berdasarkan spektrum gula (kandungan sakaridanya). Berdasarkan pembuatannya, kandungan sakarida di dalam glucose syrup dapat berbeda-beda. Misalnya glucose syrup hasil konversi asam pada DE42 mengandung sekitar 18% dekstrosa, sedangakan pada DE60 mengandung 36%.


Dengan semakin berkembangnya konversi memakai enzim sebagai katalisator, spektrum gula tidak lagi dijadikan patokan, sebab pada DE yang sama (misalnya pada DE42), kandungan monosakarida di dalam glucose syrup konversi ensimasi jauh lebih rendah (sekitar 5,5%) dibandingkan dengan yang dikandung di dalam glucose syrup konversi asam (sekitar 18,5-20%). Sebaliknya kandungan diskaridanya (maltosa) dapat jauh lebih tinggi (sekitar 46% dibandingkan dengan 14% pada konversi asam).

Wednesday, October 28, 2015

Unit Proses Industri Ubi Kayu

Unit proses yang akan dibahas mencakup hidrolisis, isomerisasi, fermentasi, dan juga disinggung proses hidrogenasi, alkilasi, dan polimerisasi.

Unit proses
Unit proses
Alat
Hasil akhir
Hidrolisis
Jet cooker, Converter, bolding-tank, saccharification-tank
glucose syrup, maltose syrup, dekstrin, dekstrosa, maltosa, total sugar.
Fermentasi
fermenter
etil alkohol, gliserol, butanol/aseton, asam butirat, asam laktat, 2, 3-butanediol, asam propionat, asam itakonat, ragi roti dan ragi pakan, asam cuka, asam sitrat, asam fumarat.
Isomeriasi
Kolom isomeriasi
isosyrup (HFS), fruktosa
Hidrogenasi
Tangki hidrogenasi
sorbitol
Alkilasi
Peti alkilasi
pati modifikasi
Polimerisasi
Peti polimerisasi
cross bonding starch

Unit Proses Industri Ubi Kayu

1. Hidrolisis

Proses Industri Ubi Kayu

Suatu kegiatan industri atau teknik kimia dapat ditinjau dari dua sudut yang saling berkaitan, yaitu unit proses dan unit operasi.

Menurut Norris Shreeve, unit proses adalah suatu komersialisasi reaksi kimia di bawa kondisi-kondisi sedemikian, sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomis. Hal ini mencakup juga peralatan yang diperlukan, berbagai pertimbangan ekonomi yang berhubungan dengan pelaksanaannya, dan fase-fase perubahan kimia yang terjadi.
Proses Industri Ubi Kayu

Unit operasi meliputi perubahan-perubahan fisika yang terjadi di dalam pelaksanaan produksi atau penaganan proses akibat terjadinya aliran bahan atau timbulnya panas akibat reaksi kimia (endoterm atau eksoterm). Dalam pelaksanaannya unit proses dapat berlangsung dalam suatu alat yang sama, tetapi dapat pula berlangsung di tempat yang berlainan. Secara garis besar, unit proses dan unit operasi pada pengolahan ubi kayu menjadi produk-produk akhirnya dapat disimpulkan dalam bagan berikut:

A.     Unit Proses

a.      Hidrolisis

b.      Isomeriasi

1)      Enzim Glukosa Isomerase
2)      Glukosa Isomerase untuk proses terputus
3)      Enzim glukosa isomerase untuk proses kontinu

c.      Fermentasi

B.     Unit Operasi

a.      Dehidrasi

1)      Teori pengeringan
2)      Peranan udara dalam proses pengeringan
3)      Kandungan kelembaban

b.      Destilasi

c.      Pelunakan dan penghilangan warna

1)      Karbon aktif
2)      Efek penghilangan warna dan kapasitas absorbsi
3)      Pengaruh pH
4)      Kadar abu
5)      Pengaruh karbo aktif terhadap penapisan
6)      Proses penghlangan warna
7)      Penapisan
8)      Alat penapis
                                                                    I.          Alat penapis tekanan (pressure filter)
                                                                  II.          Alat penapis vakum

d.      Penukar Ion

1)      Resin penukar kation
2)      Resin penukar anion
3)      Resin adsorbens
                                                                    I.          Service
                                                                   II.          Backwashing
                                 III.          Regenerasi

Ragi dan Protein Sel Tunggal Bahan Industri dari Ubi Kayu

Ragi dan Protein Sel Tunggal terdiri dari:

1. Ragi Roti

2. Ragi Pakan

Namun berdasarkan sifat-sifatnya yang tidak mengganggu sistem metabolisme maupun pencernaan makanan hewan, protein dari organisme rendah yang umum dikenal dengan nama single cell protein, sangat tepat untuk penyusunan pakan. Pada umumnya penelitian-penelitian terakhir mengarah ke dihasilkannya single cell protein untuk kepentingan penyusunan pakan tersebut di atas.
Ragi dan Protein Sel Tunggal Bahan Industri dari Ubi Kayu

Telah banyak cara dikembangkan para ahli untuk memproduksi protein sel tunggal dari bahan pati. Salah satu di antaranya adalah proses “Adour-Speichim” yang dapat menghasilkan produk akhir dengan kandungan protein sekitar (35-45)% bahan kering. Untuk kepentingan pakan umumnya diperlukan kadar protein sebesar 20% saja.


Cara yang lebih praktis dikembangkan oleh Senez, Rainbult, dan Deschamps di ORSTOM/IRCHA, di mana pati hanya dipanasi dengan uap sehingga mengembang (menjadi gel), kemudian setelah didinginkan, diinokulasi dengan ragi atau bakteri. Cara ini terutama dikembangkan untuk teknologi pedesaan.

Sunday, October 25, 2015

Sirup Glukosa dan Maltosa Bahan Industri dari Ubi Kayu

Sirup Glukosa adalah nama dagang dari larutan hidrolisis pati. Hidrolisis dapat dilakukan dengan bantuan asam atau dengan enzim pada waktu, suhu, dan pH tertentu. Pemotongan rantai pati oleh asam lebih tidak teratur dibandingkan dengan hasil pemotongan rantai pati oleh enzim, sehingga hasilnya adalah campuran antara dekstrin, maltosa, dan glukosa. Hasil hidrolisis enzim lebih dapat dikendalikan, sehingga dapat diatur kadar maltosa atau glukosanya.
Sirup Glukosa dan Maltosa Bahan Industri dari Ubi Kayu

Glukosa kristal (diperdagangkan dengan nama dextrosa monohydrat) adalah hasil kristalisasi larutan hidrolisis yang mengandung kadar glukosa tinggi.


Sirup glukosa dan high maltose syrup dipergunakan dalam industri makanan dan minuman, terutama dalam industri permen (sweets dan candies), selai, dan pengalengan buah-buahan. Dextrosa monohydrat lebih banyak dipergunakan dalam industri farmasi dan minuman instant. Pasaran untuk kedua jenis produk ini sangat terbatas meskipun tidak dapat diabaikan begitu saja, karena di Indonesia sebagian dari bahan ini masih diimpor.

Turunan-turunan Pati Ubi Kayu

Turunan pati (starch derivative) adalah semua pati yang termodifikasi secara kimiawi, yaitu yang sebagian rantai glukosanya telah rusak atau terputus. Termasuk dalam pengertian turunan pati adalah pati-pati teroksidasi kecuali hypochlorite oxydized starch dan acid modified starch

Turunan pati dibuat untuk kepentingan industri, yaitu bila produk-produk yang dihasilkannya memiliki sifat-sifat kimia dan fisika yang memerlukan perlakuan-perlakuan khusus. Turunan pati yang banyak diperdagangkan adalah pati-pati fosfat, pati asetat, pati kationik, pati hidrosiasetil, pati dialdehida, dan crossbonded starch
Turunan-turunan Pati Ubi Kayu

Pati kationik merupakan turunan pati yang paling banyak dan paling luas penggunaannya karena afinitasnya yang tinggi terhadap substrat bermuatan negatif, misalnya selulosa, sejumlh serat sintetik, sejumlah mineral tertentu, dan polianion-polianion biologi. Di dalam industri kertas, pati kationik digunakan untuk aditif dan sebagai emulsifier. 

Pati ini juga dapat digunakan sebagai bahan flokulasi dalam pertambangan, serta untuk pemurnian air limbah. Turunan pati yang juga banyak digunakan adalah pati-pati hidroksialkil dan pengganti-penggantinya, yaitu pati hidrosietil dan hidrosipropil. Pati-pati ini memiliki suhu gelatinisasi yang rendah, mudah lumer dan terdispersi, memberikan sifat kohesi dan kejernihan pasta yang dihasilkannya, serta menekan kecenderungan retrogasi. 

Pati-pati hidrosialkil banyak digunakan sebagai surface sizing pada kertas, demikian pula untuk paper coating. Di dalam industri tekstil, pati-pati ini digunakan di dalam warprizing, finishing, dan printing, serta untuk menganji benang. Pati ini juga digunakan sebagai pie filling dalam industri pangan , salad dressing, dan pengental.

Monday, October 19, 2015

Pregelatinized Starch, Pati dari Ubi Kayu

Pati ini dibuat dengan cara memasak pati, dan mengeringkannya dengan cara menggiling lewat rol-rol yang dipanaskan. Jika pati ini terkena air, maka dengan mudah akan larut tanpa memasaknya kembali. Pregelatinize Starch memiliki banyak kegunaan. Di dalam industri kertas, pati ini dicampurkan ke dalam pulp. Kertas yang dihasilkan lebih kuat. Sebagian pati ini digunakan di dalam pembuatan makanan instant, misalnya poding, dan sebagian yang lain mendapatkan kegunaannya di dalam pengeboran minyak sebagai kontrol terhadap viskositas lumpur pengeboran.
Pregelatinized Starch, Pati dari Ubi Kayu

Masalah Sekitar Gula

Telah banyak dilakukan penelitian tentang industri gula di dunia, baik oleh lembaga-lembaga internasional, regional, maupun organisasi perdagangan dan perbankan. Berbagai kesimpulan telah diperoleh berdasarkan banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran, yang artinya berpengaruh pula pada harga pasar.

Pada umumnya didapat kesimpulan akhir yang sama, bahwa dalam jangka panjang akan terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran komoditi ini. Sudah sejak lama diketahui bahwa mulai awal tahun 1980 akan terjadi kekurangan gula yang kritis, dengan akibat meningkatnya harga.

Proyeksi gula dunia (metrik ton).
Tahun
Carry Over % Konsumsi
Produksi
Konsumsi
Keadaan Persediaan
1969
29,5
67.800.00
68.100.000

1970
25,5
72.900.000
72.100.000
800.000
1971
22,5
74.000.000
74.400.000
(400.000)
1972
20,5
75.700.000
76.000.000
(300.000)
1973
19,5
78.000.000
78.800.000
(800.000)
1974
20
78.900.000
79.000.000
(100.000)
1975
26
81.600.000
77.300.000
4.300.000
1976
29
82.700.000
80.000.000
2.700.000
1977
31
87.000.000
84.000.000
3.000.000
1978
33,5
89.500.000
86.500.000
3.000.000
1979
36
91.000.000
89.000.000
2.000.000
1980
35,5
92.000.000
91.500.000
500.000
1981
33,5
93.000.000
94.000.000
(1.000.000)
1982
29
94.000.000
97.000.000
(3.000.000)
1983
23,5
95.000.000
100.000.000
(5.000.000)
1984
21,5
97.000.000
99.000.000
(2.000.000)
1985
24
100.000.000
98.000.000
2.000.000
1986

104.000.000
100.000.000
4.000.000

Proyeksi gula Indonesia ( dalam ton)
Tahun
Produksi
Konsumsi
Impor
1975
1.000.000
1.387.000
65.762
1976
1.380.000
1.285.000
175.000
1977
1.104.852
1.452.600
344.653
1978
1.125.783
1.557.400
470.282
1979
1.200.000
1.650.000
457.550
1980
1.215.000
1.700.000
500.000
1981
1.300.000
1.900.000
600.000

Masalah Sekitar Gula

Di dalam mencukupi kebutuhan gula di Indonesia, pemerintah telah melakukan usaha-usaha:
  1.  Memperluas dan mengintensifikasikan areal tanaman tebu, baik yang diusahakan oleh perusahaan negara perkebunan ataupun oleh rakyat;
  2. Merehabilitasi serta memperbesar kapasitas giling pabrik-pabrik gula yang ada;
  3. Mendirikan pabrik-pabrik gula baru di Jawa dan luar Jawa;
  4. Mendirikan pabrik-pabrik gula mini di daerah-daerah di luar Jawa.

Walaupun demikian karena terbatasnya areal yang sesuai dengan tanaman tebu serta besarnya modal yang ditanam untuk mendirikan maupun merehabilitasi pabrik-pabrik gula, maka diperkirakan sampai beberapa dasa warsa mendatang Indonesia masih akan tetap menghadapi kekurangan gula yang sangat besar. Seperti terlihat di data di atas, impor gula tahun 1980 mencapai 500.000 ton, dengan besar subsidi mencapai Rp70/Kg. Oleh karena itu, pemerintah juga sangat berkepentingan untuk mendirikan pabrik-pabrik gula nontebu lainnya, baik dari bahan baku pati ataupun dari bahan baku nira sedapan pohon lontar, enau, dan lainnya.

Dalam batas-batas tertentu, tingkat harga gula umumnya dipengaruhi oleh perjanjian-perjanjian perdagangan, kebijaksanaan pemerintah, iklim, dan sejumlah faktor ekonomi yang memegang peranan besar. Harga gula yang tinggi pada tahun 1974/1975 di negara-negara maju mengakibatkan meningkatnya penggunaan bahan-bahan pemanis lainnya yang bukan gukrosa, terutama high fructose syrup (HFS). Bahan ini diperkenalkan pertama kali dalam industri minuman, pengalengan, permen, dan roti sejak pertengahan 1973, dan berkembang dengan pesat karena tingginya harga gula pada tahun 1974 tersebut.


Perkembangan ini diharapkan dapat berlangsung terus karena kenaikkan konsumsi gula yang cukup tinggi di negara-negara berkembang, sehubungan dengan meningkatnya kemakmuran mereka, disamping semakin sempitnya areal yang cocok untuk tanaman tebu dan bit gula. Seperti diketahui, kedua jenis tanaman ini memerlukan kondisi iklim dan syarat-syarat kesuburan tanah tertentu agar dapat tumbh dengan baik. Bahan pemanis sintetis seperti sakarin (biang gula) dan natrium siklamat (bibit gula), tidak dapat mengganti gula secara keseluruhan, karena kualitas kemanisannya yang cenderung menghasilkan rasa yang kurang enak (off-flavours) pada pemakaian dengan konsentrasi tinggi, serta tekanan osmosenya yang rendah sehingga dapat membatasi kemungkinan penggunaannya dalam industri. Pada tahun-tahun terakhir ini pemakaian kedua jenis bahan pemanis ini dibatasi oleh peraturan kesehatan di banyak negara, termasuk di Indonesia.